Saat Cintamu Hancur Berkeping-Keping

Google Image

“Rasanya perih, dadaku sesak, bingung dan sakit!” Seorang remaja berkomentar soal dirinya yang sedang diputus cinta. Rasanya berkecamuk tidak menentu. Kepalanya sering pusing, badannya jadi demam. Kalut, gelisah dan tetap saja tidak mengenakkan. Masa depan sudah gelap, gulita, tanpa penerang dan hilang semua cita-cita.

Sedahsyat itukah? Sakit hati karena putus cinta, diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah;

1)      Kedekatan sebuah hubungan

2)      Lamanya sebuah hubungan (hasil penelitian menunjukkan tingkat stress lebih rendah dimiliki oleh individu yang baru beberapa minggu menjalani hubungan), dan

3)      ‘kemudahan’ ketika mencari pasangan pengganti.

Yuk, kita bahas satu persatu. Pertama, kedekatan sebuah hubungan. Semakin dekat kamu dengan seseorang, maka semakin sakit pula saat kamu putus dengan dia. Mungkin selama ini kamu sudah sangat dekat dengan dia. Apa-ap laporan, sudah makan, sudah minum, sudah ini sudah itu, semuanya dilaporkan. Samapai-sampai heran juga itu pacar apa satpam kos-kosan. Pokoknya posisi kamu sama dia sudah deket banget kayak lem sama kertas. Posisi kayak gini nih yang bahaya. Selain dilarang Islam, risiko sakitnya pas putus lebih “berdarah-darah” deh. Bisa-bisa mata kamu bengkak karena nangis melulu. Maka saran saya nih, mending tidak perlu pacaran. Sebab, endingnya bakalan nyusahin diri sendiri. Jaga diri dan tetap jomblo sampai halal.

Kedua soal lamanya sebuah hubungan. Semakin kamu lama kenal dia, maka semakin sakit pula saat perpisahan itu tiba. Sudah terlalu banyak memori yang harus dikenang. Kebersamaan yang ada selama ini, harus ditelan bumi. Keindahan yang tercipta berdua harus kandas di tengah jalan. Waktu yang membersamai berduaharus berhenti, dan menyisakan luka dan dalam. Luka itu menganga tajam, setajam silet. Sreeet! Jadi bakalan bikin nangis melulu menguras air mata berhari-hari. Karena tidak mau kehilangan dia. Ujung-ujungnya bisa galau tingkat lanjut, yang membahayakan diri dan keluargamu.

Ketiga, kemudahan mencari pasangan pengganti. Kalau sudah kenal cinta, dan menganggap bahwa mencintai itu berarti memacari, pasti jadinya kayak gini. Setelah selesai dengan satu cowok, maka akan segera mencari pengganti cowok tersebut. Padahal, remaja harusnya focus saja ngejar cita-cita. Perasaan yang sementara muncul anggap saja sebagaisebagai sebuah hiburan sesaat yang tidak perlu ditindaklanjuti. Simpan saja sampai Allah menghalalkan kamu dan dia bersama. Tidak usah pacaran. Kalau sekarang jalinan cinta itu putus, anggap saja itu sebgai pelajaran berarti. Hikmahnya kamu harus tetap focus belajar. Jangan tengak-tengok kiri dan kanan.

Jadi, sekarang semuanya serba jelas kan, bahwa cinta yang putus itu bahaya. Bisa membuat linglung dan sempoyongan. Maka cuma satu cinta yang tidak akan mengecewakan, mencintai Allah dan orang-orang yang dicintai-Nya. Itu kagak bakalan bikin sakit hati dan jengkel. Hidup jadi lebih mantab, bermakna dan hebat!.

Ustadz Burhan Sodiq

(Penulis Buku “Izinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran”)

Hadila Edisi 62

Leave a comment